Selasa, 05 Juli 2011

Destiny

Kriett

“Non Lora bangun, sudah jam 7 pagi” ucap seorang wanita separuh baya.

“Uh ! pasti bibi deh !” keluh Lora.

Lora perlahan-lahan terbangun dan benar-benar sadar dari tidur nyenyaknya. Hari Senin, hari setelah hari minggu, hari saat dimana rasanya semua orang masih ingin bemalas-malasan dan bersantai-santai sejenak sebelum kembali ke kesibukan mereka sehari-hari.

Lora duduk bersila di atas ranjang bulu angsanya, mencoba meregangkan otot-otot badannya yang masih kaku.

“bibi turun aja, nanti Lora turun, oke ?” ucap Lora agak parau

“baik non. O iya non, bodyguard enon yang baru udah nunggu di bawah daritadi loh non, ganteng banget deh non !” ucap bibi ratih,pelayan pribadi Lora yang juga sekaligus ibu kedua bagiku.


“hahahaha” tawa Lora .“iya nanti Lora turun kok. 30 menit lagi deh bi, bibi bilang aja ke bodyguard baru Lora biar dia nunggu Lora sebentar” ucap Lora panjang lebar.

Setelah Bibi Ratih keluar dari kamar, tentu saja Lora masih ingin melanjutkan tidurnya tapi mengingat bahwa ada bodyguard baru yang sudah menunggunya sedari tadi, Lora pun urung untuk tidur kembali. Segera ia beranjak dari ranjang, menuju kamar mandi pribadinya. Tidak butuh waktu yang lama bagi Lora untuk mandi pagi dan bersiap-siap, seperti apa janjinya kepada bibi tadi. 30 menit.

Perkenalkan, namanya Lora Candella, umurnya saja baru 15 tahun, tapi ia sudah duduk di kelas 11 sekarang. Bahkan Lora menjabat sebagai presiden sekolah di East Sunrise High School, sekolah bertaraf internasional yang merupakan SMA tempatnya bersekolah.

Lora berjalan menuruni tangga rumahnya yang megah, dan entah darimana, ia mulai teringat akan cerita masa lalunya saat tinggal di San Fransisco dulu, saat masih mendapat pelajaran kepribadian oleh nenek, Ronna Candella.

Waktu itu Lora hanyalah seorang gadis kecil yang baru berumur 8 tahun, saat ia merengek-rengek kepada nenek agar di pindahkan ke sekolah yang sama dengan sekolah Alex, sepupu sepermainannya. Alex bersekolah di sekolah umum yang terletak di kawasan San Fransisco. Itulah sebabnya mengapa nenek tidak mau memindahkan Lora ke sekolah itu, karena sekolah yang di kunjungi Alex setiap hari adalah sebuah sekolah umum. Tapi begitulah nenek-nenek yang lain pada umumnya, mereka tidak mungkin hanya berdiam diri saat melihat cucu tersayangnya terus menerus merengek-rengek kepada dirinya,bahkan hingga menangis sesungukan bercecer ingus di hadapannya. Nenek Ronna tetaplah seorang nenek yang mempunyai hati seorang nenek keluarga Candella yang selalu sayang kepada cucu-cucu dan anak-anaknya. Nenek Ronna pun akhirnya mengjinkan Lora bersekolah di sekolah yang sama dengan Alex. Lora ingat sekali, saat itu hari sudah sore dan jalanan sudah sepi akan pejalan kaki juga mobil yang berlalu lalang, ia sedang berjalan pulang bersama Alex. Mereka tertawa bercanda bersama sepanjang perjalanan pulang, sampai akhirnya ada sebuah tangan besar yang membungkam mulut Lora dari belakang dengan sapu tangan dan menghentikan perjalanan mereka. Alex kontan terpaku melihat pria pemilik tangan besar tersebut, ia hanya bisa tertegun tak berkedip dan berdiri terpaku saat melihat pria itu, sementara Lora terus-menerus meronta-ronta agar dapat bebas dari bungkaman yang menahan tubuh kecilnya untuk berlari menjauh . Namun, Alex hanya bisa diam melihat kejadian yang terjadi di depannya, ia terlalu takut dan kecil untuk melawan pria tersebut. Akhirnya, Lora pingsan karena menghirup obat bius dari sapu tangan dan Alex segera berlari menjauh dari Lora yang mulai tak sadar karena ketakutan.

Selama 3 hari lamanya Lora di sekap di sebuah gudang tua yang gelap dan bau. Dingin, lapar, dan kesepian. Hingga akhirnya, Nenek Ronna datang bersama kedua orang tua Lora dengan membawa sejumlah uang tebusan yang di minta. Lora sudah berdiri di ambang pintu saat ia melihat mereka berdiri di ujung, memberi kode agar Lora segera berlari menuju tempat dimana mereka berpijak. Saat mataku menyadari kode tersebut, spontan Lora menginjak salah seorang penyekapnya kemudian berlari secepat mungkin ke tempat orang tua dan neneknya berdiri, bersamaan itu juga mereka melempar uang tebusan ke arah para bandit yang menculik Lora dan beberapa tim gabungan polisi langsung membidik mereka dengan senjata laser. Sayang, saat Lora sudah berlari menjauh, salah satu dari bandit-bandit tersebut nekat menembak Lora dengan pistol yang terselipkan di pinggangnya. Pelurunya melesat cepat membelah udara, terasa panas menembus kulit bagian bawah tulang selangka Lora, semakin panas dan semakin panas, hingga merobek dagingnya, hingga akhirnya darah mengucur dari tempat peluru biadab tersebut menembus kulit Lora, melumuri baju kesayangannya yang ia kenakan saat itu. Tapi Lora sama sekali tidak perduli, ia terus berlari dan berlari. Seketika itu juga Tim Gabungan segera keluar dari tempat mereka bersembunyi dan mengepung para bandit-bandit tersebut. Dan Lora, ia tidak tahu lagi kelanjutan karna pingsan menahan rasa sakit itu.

“Sudahlah itu sudah lama terjadi,tak usah ku ingat-ingat lagi kejadian buruk itu. Mengingatnya malah membuatku ingin menangis.” Ujar Lora dalam hati. Menahan air mata yang sudah siap jatuh dari pelupuk matanya.

“Selamat pagi, Non Lora.” ucap salah satu pelayan pria di rumah Lora, saat ia menginjak ruang makan.

“Pagi.” Balas Lora tersenyum

ternyata di dalam sudah ada dua orang pria yang sedang menunggunya sedari tadi.

“Perkenalkan bodyguard baru anda, Nona Lora.” ucap manager keamanan di perusahaan ayah Lora, Eddi.

“Russ Chlore” sambung Eddi.

Lora berjalan menghampiri Russ yang berdiri tak jauh dari tempat Pak Eddi berdiri dan mengulurkan tangan mungilnya.

“Hai.” Lora tersenyum, “Lora Candella, anak ke tiga dari Mister Edward Candella.” Sambungnya, mengulurkan tangan untuk bersalaman

Pada kenyataannya Russ bukanlah orang asing lagi bagi Lora, karna sebenarnya Lora sering mengamati Russ saat ia di sekolah. Bagaimana tidak, Russ adalah idola di kalangan teman-teman Lora.

“Russ Chlore, seperti yang sudah kau tahu.” Ucap Russ dingin. Tanpa membalas uluran tangan Lora.

Otomatis Lora menurunkan tangannya.

“eh ?” ucap Lora kaget, “Aku Lora Candella.” Lora berusaha tersenyum.

“udah sarapan ?” Lora bertanya hangat. Russ tidak membalas.

Lora mulai kesal dengan sikap Russ yang hanya diam saja daritadi.

“oh…uda sarapan ya ?yaudah, kalo gitu gue makan dulu ya, selesai gue makan baru kita berangkat sekolah, oke ?” Lora masih berusaha terlihat baik di depannya.

“jangan lama-lama, gue gak suka nunggu.” Balas Russ ketus.

Lora dan Pak Eddi hanya bisa berpandangan mendengarnya.

Tidak ada komentar: